Status Badan Hukum Perusahaan dan Pertanggungjawaban Perusahaan atas Hutang-hutangnya

Status Badan Hukum Perusahaan dan Pertanggungjawaban Perusahaan atas Hutang-hutangnya

Oleh : Abdus Salam,S.H.,M.H.

 

Penggolongan perusahaan menjadi perusahaan perorangan, persekutuan perdata, firma, CV, PT, koperasi, dsb., selain dalam rangka memudahkan pengaturan juga memudahkan masyarakat mengenali perusahaan – perusahaan berdasarkan pada ciri – cirinya, dan yang paling penting adalah masalah pertanggungjawaban para pendiri atas tindakan hukum perusahaan. Hukum positif membedakan jenis – jenis perusahaan menjadi perusahaan perorangan atau perusahaan persekutuan. Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang didirikan oleh satu orang, sementara perusahaan persekutuan merupakan perusahaan yang terdiri lebih dari satu pendiri dan dibuat berdasarkan perjanjian. Perusahaan persekutuan dibedakan lagi menjadi 2 (dua) yakni perusahaan persekutuan yang bukan badan hukum dan perusahaan persekutuan yang berbadan hukum. Perusahaan persekutuan yang bukan badan hukum terdiri dari Persekutuan Perdata, Firma, Comanditair Venounscaaph, dsb. Sementara perusahaan persekutuan yang berbadan hukum dapat berupa Perseroan Terbatas dan  Koperasi. Penggolongan perusahaan sebagaimana disebut di atas didasarkan pada jumlah pendirinya, sistem permodalan, bentuk pertanggungjawaban, serta cara menjalankan usahanya.

Di dalam dunia bisnis perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) cenderung banyak diminati oleh investor, terutama setelah mengkaji tanggung jawab pendiri atas risiko bisnis perusahaan, serta kemampuan suatu perusahaan berkembang pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar.[1] Pengusaha yang mempunyai dana besar lebih memilih Perseroan Terbatas (PT) dibandingkan perusahaan dalam bentuk lain, investor dalam negeri maupun luar negeri pun juga demikian. Hal ini dikarenakan Perseroan Terbatas (PT) merupakan Badan Hukum Perdata (Recht Person), sebagai badan hukum perdata Perseroan Terbatas (PT) mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendirinya dan bertanggung jawab secara mandiri atas perbuatan hukum yang mengatasnamakan perusahaan.

Kalau perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) mempunyai utang terhadap pihak tertentu, organ – organ Perseroan Terbatas (PT) yakni RUPS, direksi, dan komisaris tidak ikut menanggung utang-utang Perseroan Terbatas itu. Kecuali atas kesalahan atau kelalaian organ-organ Perseroan tersebut sehingga berakibat lahirnya utang-utang Perseroan Terbatas (PT). Gugatan ataupun tuntutan materiil terhadap Perseroan Terbatas (PT) akan membebani harta kekayaan Perseroan Terbatas (PT). Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata yang pada pokoknya mengatur bahwa harta benda milik debitor turut menjadi jaminan atas utang-utang debitor, berlaku juga jika debitornya adalah Perseroan Terbatas (PT), karena Perseroan Terbatas (PT) merupakan subjek hukum. Harta yang menjadi jaminan utang – utang Perseroan Terbatas adalah seluruh harta milik Perseroan Terbatas (PT) baik untuk harta kekayaan yang saat perikatan dibuat sudah ada atau belum  ada, baik berwujud maupun tidak berwujud.

Dewasa ini semakin berkembang metode penyelesaian permasalahan utang – piutang di dalam forum pengadilan, bahkan metode-metode tersebut tidak hanya disediakan untuk memperjuangkan hak kreditor namun juga untuk kepentingan debitor yang mengalami event of default. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang adalah hukum kepailitan yakni penyelesaian permasalahan utang-piutang melalui forum kepailitan dan  Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), hal ini diatur di dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau sering dikenal dengan sebutan UUK dan PKPU merupakan payung hukum bagi kreditor dan debitor yang ingin menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya melalui hukum kepailitan, dengan syarat debitor memiliki lebih dari 1 (satu) orang kreditor dan terdapat sedikitnya 1  (satu) utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Kepailitan Perseroan Terbatas (PT) akan berakibat pada sita umum terhadap harta kekayaan Perseroan Terbatas (PT), dan jika terdapat aset Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di dalam harta kekayaan Perseroan Terbatas (PT), maka Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ikut disita dalam rangka pemenuhan kewajiban Perseroan Terbatas (PT) yang jatuh pailit. Hal ini sepertinya sudah lazim mengingat kepailitan pada debitor pada dasarnya merupakan kepailitan mengenai harta kekayaannya.[2] Berbeda dengan Perseroan Terbatas (PT) yang sedang dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) baik sementara atau tetap, harta milik Perseroan Terbatas (PT) tidak disita namun tetap dikuasai oleh debitor. Hanya saja pelaksanaan perbuatan hukum menyangkut harta kekayaannya harus dilakukan bersama dengan pengurus.[3] Tujuan utama PKPU adalah pengembalian utang – utang dan keberlanjutan usaha,[4] hal ini tentunya berbeda dengan kepailitan yang lebih menekankan pada pemberesan, meskipun di dalam kepailitan juga terdapat perdamaian dan kegiatan meneruskan usaha perusahaan.

 

 

        [1] Agus Budiarto., S.H., M.Hum.,Op. Cit., Hlm. 13-14

[2] Fred BG. Tumbuan dalam Imran Nating, 2005, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 43

[3] R. Anton Suryatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sebagai Upaya Mencegah Kepailitan, Kencana Prenada Media Goup, Jakarta, hlm.51

[4] Darminto Hartono, 2009, Economic Analysis of Law atas Putusan PKPU Tetap, Lembaga Study Hukum dan Ekonomi FH UI, Jakarta, hlm.81

Leave a Reply