Kedudukan Head Of Agreement (HOA) di dalam Hukum Perjanjian Indonesia
Oleh :
Al Faris Renwair, S.H.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan definisi perjanjian dalam Pasal 1313 yang mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Selain definisi perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat pula definisi menurut para ahli hukum (doktrin) yang diantaranya adalah menurut Prof. Soebekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Berdasarkan definisi perjanjian menurut Undang-undang dan doktrin hukum, perjanjian adalah suatu hubungan hukum yang dibuat antara dua orang atau lebih dan hubungan hukum tersebut mengikat para pihak yang membuatnya. Suatu kontrak atau perjanjian adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek), syarat sah perjanjian tersebut antara lain adalah:
- Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu hal tertentu;
- Suatu sebab (causa) yang halal.
Dalam lingkungan bisnis dan atau pengusahaan kekayaan sumber daya alam yang berskala besar serta penanaman saham dengan nilai yang besar, para pelaku bisnis bersama rekanan akan melakukan pembahasan kesepakatan ataupun negosiasi awal terkait prinsip-prinsip dan isi dari sebuah perjanjian kerjasama. Pada praktek umumnya yang dilakukan dalam proses negosiasi awal, terdapat berbagai faktor yang menghalangi atau terdapat kendala untuk sampai pada tahap perjanjian kerjasama, waktu yang tidak cukup untuk membahas detail isi perjanjian, ataupun kesepahaman terhadap pembagian nilai saham dari obyek yang diperjanjikan atau negosiasi yang rumit sehingga belum memungkinkan untuk menemui kesepakatan.
Oleh sebab itu untuk menjaga komitmen para pihak yang telah dibahas dalam proses negosiasi ataupun kesepakatan awal, maka kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis yang masih abstrak mengenai hasil kesepaktan awal, dan poin-point detail dalam perjanjian bisnis kedepannya. Kesepakatan awal tersebut menjadi judul perjanjian yang biasa disebut juga sebagai Head Of Agreement HOA, atau dikenal sebagai judul perjanjian pendahuluan. Pembuatan Head of Agreement untuk mengawali jenis kontrak yang kompleks, realisasinya memerlukan waktu yang lama, dan biaya yang besar.
Jenis perjanjian ini dikenal juga dengan istilah preliminary agreement dan lazim digunakan di negara yang menganut common law system seperti Australia, New Zealand and the United Kingdom. Perjanjian pendahuluan lazim digunakan untuk mengawali jenis perjanjian yang kompleks dan realisasinya memerlukan waktu yang lama untuk menyiapkannya, hal ini karena belum adanya kepastian mengenai biaya atau karena belum ada persetujuan dari Pemerintah. Head of Agreement sebagai isyarat niat baik dan sebagai janji untuk melanjutkan ke penjualan, sehingga Head of Agreement secara eksplisit menyatakan apakah para pihak berniat untuk terikat dan tunduk pada kontrak.
Jenis perjanjian ini biasanya dibuat oleh para pihak setelah dilakukannya negosiasi tetapi belum sampai pada momen penutupan kontrak. Jenis perjanjian pendahuluan tidak diatur secara spesifik di dalam Burgelijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) namun landasan yang digunakan dalam praktik penggunaan perjanjian pendahuluan bertumpu pada prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek):
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Artinya para pihak atau kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang disepakati sebagaimana mentaati Undang-Undang.
Dalam kaitannya dengan tahapan kontrak yang terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu pra kontraktual, kontrak, dan pasca kontraktual maka Head of Agreement dapat dimasukkan sebagai perjanjian pra kontraktual karena bersifat membuka jalan untuk kontrak yang sebenarnya. Hubungan pra kontraktual merupakan suatu hubungan hukum yang dikuasai itikad baik (Van een rechtsverhouding die door de geode trouw beheers wordt) sebagaimana dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek):
“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Yang dimaksud dengan ketentuan itikad baik dalam pasal tersebut adalah keharusan untuk melaksanakan suatu perjanjian secara pantas dan patut.
Para pihak ditekankan bahwa mereka tidak dapat menarik diri dalam melakukan negosiasi apabila telah mencapai tahap-tahap tertentu dalam melakukan hubungan negosiasi. Perjanjian pendahuluan termasuk Head of Agreement pada khususnya dapat dikategorikan sebagai gentleman’s agreement. Hal ini mengartikan bahwa perjanjian pendahuluan belum menimbulkan perikatan karena tidak adanya hak dan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing pihak. Apa yang tertuang dalam head of agreement yang termasuk ke dalam kategori perjanjian pendahuluan pada prinsipnya merupakan kemauan kontrak yang negatif (negative contractual intention).
Secara gramatical Head Of Agreement diartikan sebagai nota kesepahaman yang belum sempurna, oleh karenannya belum menimbulkan perikatan diantara para pihak, karena seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa dalam prakteknya head of agreement membutuhkan waktu panjang untuk sampai pada tahap bentuk perjanjian realnya.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, aturan-aturan hukum yang menguasai kontrak sebenarnya penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum secara umum. Terdapat empat asas yang dianggap sebagai guru hukum kontrak dari berbagai asas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak, termasuk di dalam Head of Agreement yaitu:
- Asas Kebebasan Berkontrak
Definisi kebebasan berkontrak ini tersirat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek), Prof. Soebekti mengatakan bahwa menyimpulkan asas kebebasan berkontrak adalah dengan cara menekankan pada perkataan “semua” yang ada di muka perkataan “perjanjian”. Head of Agreement merupakan bentuk kebebasan para pihak dalam menentukan bentuk perjanjian dan isi perjanjian yang mereka kehendaki.
- Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat dijumpai dari ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek). Makna asas ini adalah setiap perjanjian hanya terbentuk jika antara para pihak terdapat consensus atau kesepakatan. Head of Agreement dibuat setelah adanya negosiasi para pihak, dimana terdapat kesepakatan untuk membuat perjanjian (agreed to agree atau the contract to enter into the contract).
- Asas Pacta Sund Servanda
Semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya sebagaimana dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek). Hanya perjanjian yang benar-benar timbul secara sah (wettigli-jk gemaakt) yang mempunyai kekuatan mengikat, yaitu perjanjian-perjanjianyang causanya diperbolehkan dan tidak mengandung cacat kehendak.
- Asas Itikad Baik
Asas itikad baik tertuang dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) yang menyatakan adanya keharusan bagi para pihak untuk melaksanakan kontrak dengan itikad baik. Dalam Head of Agreement para pihak mempunyai kewajiban beritikad baik, yaitu kewajiban untuk memeriksa (onderzoekplicht) dan kewajiban untuk memberitahukan (medelingsplicht).
Dari uraian diatas menerangkan secara singkat Head of agreement merupakan jenis perjanjian pendahuluan yang dibuat pada tahap pra kontraktual dan dibuat di antara negosiasi awal dan tawar menawar dan sebelum negosiasi lanjutan untuk masuk ke Perjanjian sehingga berisi pokok-pokok bahasan dalam negosiasi lanjutan. Head of agreement belum melahirkan perikatan karena hanya berisi kehendak untuk membuat perjanjian (agreed to agree atau the contract to enter into a contract).
Meskipun head of agreement belum menimbulkan perikatan namun apabila salah satu pihak merasa dirugikan maka akan menimbulkan hak gugat bagi pihak yang dirugikan tersebut. Apabila perumusan head of agreement dilakukan para pihak seperti halnya sebuah kontrak maka dinilai sebagai kontrak yang mengikat dan gugatan yang dapat diajukan adalah wanprestasi. Terkait dengan perkara ketiadaan itikad baik dalam head of agreement yang terletak pada tahap pra kontraktual sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain, dasar gugatan yang dapat digunakan dalam hal adanya suatu penarikan diri dari head of agreement adalah atas dasar adanya perbuatan melanggar hukum.
Adapun Syarat dapat dilakukannya penuntutan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum harus memenuhi unsur berikut:
- Adanya suatu perbuatan,
Perbuatan dalam arti “perbuatan melanggar hukum” meliputi perbuatan positif (daad) dan perbuatan negatif, yakni kelalaian (nalatigheid) atau kurang hati – hati.
- Perbuatan tersebut bersifat melanggar hukum,
Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melanggar hukum, tidak hanya hukum tertulis namun juga ketentuan yang tidak tertulis meliputi melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kecermatan yang diindahkan dalam masyarakat. Head of agreement berada pada tahap pra kontraktual sehingga terdapat kewajiban beritikad baik.
- Adanya kerugian,
Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan 1365 KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) dapat digunakan. Ganti rugi yang timbul sebesar biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pembuatan head of agreement, termasuk hilangnya kemungkinan mencapai kesepakatan kontrak dengan pihak ketiga atau disebut dengan negative interest.
- Kerugian itu timbul sebagai akibat perbuatan tersebut (hubungan kausal),
Syarat hubungan kausal antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian, untuk menentukan apakah antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian ada syarat hubungan kausal.
- Pelaku tersebut bersalah (kesalahan),
Syarat kesalahan dalam Pasal 1365 BW menghendaki bahwa disamping ter- celanya perbuatan (sifat melanggar hukum), dapat disesalinya perbuatan itu (kesalahan) oleh pelaku merupakan syarat untuk tanggung gugat.37
- Norma yang dilanggar mempunyai daya kerja (strekking) untuk mengelakkan
timbulnya kerugian (relativitas).
Berdasarkan uraian singkat di atas maka dalam menentukan daya mengikat suatu head of agreement, kriteria yang digunakan adalah substansinya bukan sekedar judulnya sehingga sekalipun judulnya head of agreement tetapi isinya bersifat kontraktual maka head of agreement tersebut harus dinilai sebagai kontrak dengan segala akibat hukumnya karena berlaku asas pacta sund servanda. Pihak tertentu dapat dikategorikan melakukan perbuatan melanggar hukum (tidak beritikad baik) apabila pihak tersebut melakukan tindakan yang bertentangan dengan hak subyektif orang lain, kewajiban hukum pelaku, kaidah kesusilaan, dan kepatutan dalam masyarakat.
Forum penyelesaian sengketa terhadap head of agreement dapat dilakukan melalui forum di luar pengadilan (non litigasi) dan melalui pengadilan (litigasi). Forum di luar pengadilan dapat berupa alternatif penyelesaian sengketa yaitu negosiasi, mediasi, konsultasi, konsiliasi, dan penilaian ahli dan arbitrase. Forum penyelesaian sengketa terhadap head of agreement melalui pengadilan yaitu dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum.
Sumber gambar:
https://images.app.goo.gl/EXMVvMMEtZ7FaTMeA